Sumber: livemint.com | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Pernyataan terbaru dari CEO Nvidia Jensen Huang kembali memantik diskusi luas tentang relevansi pendidikan tinggi, terutama gelar dari kampus bergengsi di Amerika.
Dalam percakapan publik, topik mengenai penting atau tidaknya gelar Ivy League kian sering dibahas oleh para tokoh teknologi dunia.
Fenomena ini mencerminkan perubahan pandangan terhadap jalur sukses yang dahulu sangat bergantung pada pendidikan formal yang mahal dan kompetitif.
Baca Juga: Profil Zhong Huijuan: Dari Guru Kimia Menjadi Wanita Terkaya di Industri Farmasi
Mengutip dari Livemint, perspektif Jensen Huang menghadirkan sudut pandang segar tentang bagaimana peluang dapat diraih oleh siapa saja yang bersedia bekerja keras.
Menurut penjelasan yang dibagikan dalam podcast yang ia hadiri, Huang menekankan bahwa Amerika merupakan negara yang menyediakan ruang bagi semua orang untuk berkembang.
Ia mengakui bahwa usaha, keberuntungan, serta dukungan dari orang lain memiliki peran besar dalam perjalanan kariernya.
Pemikirannya ini muncul di tengah meningkatnya kritik dari sejumlah pemimpin industri terhadap sistem pendidikan tinggi di Amerika yang dinilai tidak selalu relevan dengan kebutuhan zaman.
Jensen Huang Menilai Gelar Ivy League Bukan Syarat Mutlak Kesuksesan
Dalam wawancaranya, Jensen Huang menjelaskan bahwa keberhasilan tidak semata ditentukan oleh gelar Ivy League, melainkan lebih pada kemampuan untuk bekerja keras dan memanfaatkan peluang.
Huang menegaskan bahwa setiap individu tetap dapat mencapai posisi tinggi tanpa harus melalui institusi pendidikan elit. Ia mencontohkan perjalanan kariernya, yang dimulai dari kondisi sederhana sebagai imigran.
Ia menjelaskan bahwa peluang di Amerika tersedia bagi siapa saja yang bersedia mengejar impian mereka. Huang juga menekankan bahwa orang sering kali harus berjuang keras dan menembus berbagai hambatan untuk mencapai kehidupan yang diinginkan.
Meski demikian, ia percaya bahwa kerja keras tetap menjadi penentu utama bagi seseorang untuk membuka jalan menuju kesuksesan.
Pandangannya mencerminkan perubahan paradigma yang semakin menekankan keterampilan nyata serta kemampuan adaptasi, bukan semata prestise akademik. Dalam era teknologi yang bergerak cepat, kebutuhan industri tidak selalu sejalan dengan kurikulum pendidikan formal yang dianggap lambat beradaptasi.
Baca Juga: Filantropi MacKenzie Scott 2025: Donasi US$ 7,1 Miliar Tanpa Syarat
Perjalanan Imigran Jensen Huang yang Menginspirasi
Dalam penuturannya, Jensen Huang menceritakan bahwa orang tuanya meninggalkan Thailand dan membawa anak-anak mereka ke Amerika untuk mengejar kehidupan yang lebih baik.
Orang tuanya hanya berbekal satu koper dan uang seadanya ketika memulai kehidupan baru di negara tersebut. Pengalaman tersebut membentuk pandangan Huang bahwa kesempatan selalu ada bagi mereka yang berani mengambil risiko.
Ia menyebut dirinya sebagai generasi pertama dalam keluarganya yang merasakan langsung wujud dari impian Amerika.
Proses adaptasi sebagai imigran tentu tidak mudah, namun Huang menyebut bahwa kerja keras, keputusan yang tepat, serta keberuntungan mampu membawanya mencapai kehidupan yang jauh lebih baik dibanding kondisi awal keluarganya.
Menurutnya, pelajaran terbesar dari perjalanan itu adalah bahwa pendidikan prestisius bukan satu-satunya jalan menuju kesuksesan.
Kisahnya menguatkan keyakinan banyak orang bahwa kemampuan bertahan, ketekunan, dan keberanian mencoba hal baru sering kali lebih menentukan daripada gelar akademik semata.
Perspektif ini semakin relevan di tengah pesatnya perkembangan industri kecerdasan buatan dan teknologi digital yang membuka banyak pintu bagi mereka yang mampu beradaptasi tanpa memandang latar belakang pendidikan.
Tonton: Diundang Prabowo ke Indonesia, Putin: Saya Akan Datang
Debat Lebih Luas tentang Relevansi Gelar Sarjana
Pernyataan Huang sejalan dengan pendapat sejumlah tokoh lain yang mempertanyakan relevansi pendidikan tinggi formal di era teknologi modern. Tokoh seperti Sridhar Vembu dari Zoho Corporation dan Alex Karp dari Palantir juga menyampaikan pandangan serupa.
Dilansir dari Livemint, Vembu bahkan menyoroti tren baru di Amerika yang menunjukkan semakin banyak anak muda memilih untuk tidak berkuliah.
Fenomena ini didorong oleh perusahaan-perusahaan yang kini lebih fokus pada keterampilan praktis dibanding gelar akademik. Vembu menilai bahwa perubahan ini akan mempengaruhi cara generasi muda memandang dunia, termasuk cara mereka memaknai pekerjaan, budaya, dan masa depan mereka.
Ia juga mengimbau para orang tua di India untuk tidak memaksakan pendidikan tinggi yang membebani finansial.
Di sisi lain, Elon Musk memiliki pandangan yang lebih moderat. Ia mengakui bahwa gelar sarjana mungkin tidak selalu relevan untuk masa depan yang sangat digerakkan oleh teknologi, namun ia tetap melihat manfaat sosial dari pengalaman berkuliah.
Menurutnya, perguruan tinggi masih dapat menjadi tempat penting untuk belajar berinteraksi, bersosialisasi, dan mengembangkan minat akademik.
Selanjutnya: Ancaman Fraud Meningkat, Begini Cara Menjaga Keamanan Transaksi Anda
Menarik Dibaca: Ancaman Fraud Meningkat, Begini Cara Menjaga Keamanan Transaksi Anda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













