Sumber: The Guardian,The Guardian | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Sosok sutradara Hong Kong, Kiwi Chow, tengah menjadi sorotan berkat kritik terhadap pemerintah dan Partai Komunis China (CCP) melalui karya-karyanya.
Sutradara Kiwi Chow tetap menjadi salah satu dari sedikit figur publik yang berani bersuara. Tekanan hukum dan sensor membuat banyak orang memilih diam.
“Saya heran masih bisa hidup di Hong Kong tanpa dipenjara. CCP berusaha menghapus sejarah dan kebenaran. Ini berbahaya bagi masyarakat," ungkap sutradara berusia 46 tahun tersebut, seperti dikutip The Guardian.
Baca Juga: Industri AI Ciptakan Lebih dari 50 Miliarder Baru Sepanjang 2025
Karya Sinema dan Kritik Politik
Kiwi Chow dikenal lewat film Ten Years (2015), sebuah film tentang masa depan Hong Kong di bawah pengaruh CCP.
Namanya semakin dikenal dunia internasional lewat dokumenter Revolution of Our Times (2021) yang merekam langsung demonstrasi pro-demokrasi Hong Kong.
Film tersebut diputar di Festival Film Cannes dan mengambil judul dari slogan protes yang kini dilarang. Sejak saat itu, karya-karya Chow semakin mendapat sorotan, sekaligus tekanan.
Baca Juga: Mengintip Aliran Dana George Soros ke Letitia James, Musuh Politik Donald Trump
Kontroversi Film Deadline
Film terbaru Chow berjudul Deadline mengangkat kisah siswa sekolah menengah elit yang mengalami tekanan akademik ekstrem hingga memicu ancaman bunuh diri.
Chow menilai isu ini sudah lama menjadi masalah di Hong Kong dan semakin parah sejak keamanan nasional masuk ke sistem pendidikan.
Pada pada 12 Desember, otoritas sensor Hong Kong menolak memberi izin edar film tersebut dengan alasan keamanan nasional. Chow memilih tidak mengajukan banding karena menganggapnya tidak akan mengubah keadaan.
Baca Juga: Kekayaan Top 3 Miliarder Malaysia Naik Tajam di 2025, Ini Rahasianya
Deadline sebenarnya tidak secara eksplisit politis. Film ini difilmkan di Taiwan, sebagian didanai pemerintah Taiwan, berlatar kota Asia fiktif, dan dibintangi aktor senior Anthony Wong.
Chow yakin penolakan sensor ini ditujukan langsung kepadanya sebagai individu. Menurutnya, pemerintah tidak ingin menangkapnya, tetapi ingin mematikan kariernya sebagai sutradara.
Dalam riset film Deadline, Chow menemukan tekanan besar di dunia pendidikan. Film tersebut menyoroti bagaimana keamanan nasional kini menjadi bagian dari kurikulum, sehingga membuat guru dan siswa merasa tidak bebas membahas sejarah dan realitas sosial.
Meski menyadari risikonya, Chow memilih tetap tinggal di Hong Kong. Ia mengatakan bahwa bahkan jika meninggalkan kota tersebut, rasa takut akan tetap ada.
Baca Juga: Profil Ratu Thailand Suthida yang Sukses Raih Medali Emas di SEA Games 2025
Selanjutnya: 31 Desember Merayakan Malam Tahun Baru, ini Sejarah yang Harus Anda Ketahui
Menarik Dibaca: Cara Bikin Ruang Makan Kamu Terlihat Mewah Tanpa Renovasi Mahal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













