kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.409.000   5.000   0,21%
  • USD/IDR 16.718   41,00   0,25%
  • IDX 8.702   69,62   0,81%
  • KOMPAS100 1.194   10,79   0,91%
  • LQ45 855   7,86   0,93%
  • ISSI 311   3,20   1,04%
  • IDX30 442   2,12   0,48%
  • IDXHIDIV20 513   -0,08   -0,02%
  • IDX80 133   1,26   0,95%
  • IDXV30 141   0,81   0,58%
  • IDXQ30 141   0,25   0,18%
SOSOK /

Pesan Hank Green untuk Gen Z: Pasar Saham Bukan Skema Ponzi


Senin, 08 Desember 2025 / 10:43 WIB
Pesan Hank Green untuk Gen Z: Pasar Saham Bukan Skema Ponzi
ILUSTRASI. Hank Green

Sumber: Fortune,Fortune | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - YouTuber populer sekaligus jutawan, Hank Green, menarik perhatian publik bukan lewat konten, melainkan keputusan finansial yang ia ambil.

Green selama bertahun-tahun mengikuti nasihat investasi klasik ala Warren Buffett, yaitu menaruh uang pada dana indeks S&P 500 dan membiarkannya berkembang.

Perlu diakui bahwa strategi tersebut terbukti menguntungkan, apalagi dalam beberapa tahun terakhir S&P 500 memberikan imbal hasil yang mengesankan.

Namun, baru-baru ini Green memutuskan untuk melakukan reposisi portofolio. Langkah ini diambil di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap gelembung AI dan semakin terkonsentrasinya saham-saham teknologi besar.

Baca Juga: 10 Orang Terkaya di Dunia Awal Desember 2025: Larry Ellison Geser Larry Page

Ancaman Gelembung AI dan Konsentrasi S&P 500

Mengutip laporan Fortune (7/12/2025), indeks S&P 500 kini berada dalam titik konsentrasi tertinggi dalam sejarah. Sepuluh perusahaan teratas seperti Nvidia, Apple, Microsoft, Amazon, Google, dan Meta menguasai hampir 40% indeks.

Hampir semuanya mengucurkan miliaran dolar untuk AI, sehingga pergerakan pasar menjadi sangat dipengaruhi sektor yang sama. Green melihat kondisi ini sebagai risiko.

“Banyak uang saya terpapar pada satu arah yang sama,” kata Green.

Green berpendapat, memegang S&P 500 berarti secara tidak langsung bertaruh bahwa AI akan menjadi masa depan besar, hal yang belum tentu ia yakini 100%.

Sekarang, ia memindahkan 25% dana indeks S&P 500 miliknya ke portofolio baru yang terdiri dari dana indeks value, saham mid-cap, dan indeks internasional.

"Pemenang terbesar dari revolusi AI justru bisa saja perusahaan menengah dan kecil yang memanfaatkan teknologi tersebut, bukan raksasa pembuat model AI," ungkapnya.

Baca Juga: Jejak Karier Toto Wolff: Dari Pembalap Muda ke CEO Tim F1 Terkaya

Investasi Bukan Skema Ponzi

Green juga menggunakan platformnya untuk mengedukasi penonton Gen Z dan Gen Alpha. Dirinya melihat bahwa banyak dari mereka masih meragukan pasar saham dan menganggapnya sebagai skema Ponzi.

Ia menegaskan bahwa pasar saham didukung nilai ekonomi nyata, bukan sekadar spekulasi.

Ia mengingatkan bahwa investasi bukan soal membeli saham populer lewat aplikasi trading, melainkan memahami prinsip dasar, yaitu menyimpan dana dalam instrumen berbiaya rendah, seperti dana indeks atau 401K, dan membiarkan waktu bekerja.

Pakar finansial pun menilai langkah Green cukup masuk akal. Bo Hanson dari The Money Guy Show menyebut bahwa meski raksasa teknologi kuat secara fundamental, risiko konsentrasi tetap perlu diwaspadai.

Sementara itu, Doug Ornstein dari TIAA Wealth Management mengingatkan pentingnya instrumen pendapatan stabil seperti anuitas, terutama bagi investor yang semakin dewasa.

Baca Juga: Miliarder Singapura, Peter Lim, Hadirkan Wellington College ke BSD City

Selanjutnya: Pastikan Ketersediaan Lahan untuk Hunian Sementara, Prabowo: HGU Bisa Dicabut

Menarik Dibaca: 4 Tanda Kulit Wajah Alami Over Eksfoliasi, Segera Hentikan Jika Rasakan Tandanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

×