Sumber: Times of India | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Persaingan ketat dalam pengembangan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) antara Amerika Serikat (AS) dan China terus menjadi perhatian pelaku pasar global.
CEO Nvidia, Jensen Huang, memberikan peringatan strategis mengenai potensi risiko yang dapat membuat AS tertinggal dari China dalam perlombaan teknologi ini.
Dalam sesi diskusi di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Huang menyoroti perbedaan fundamental antara kedua negara dalam mengadopsi AI.
Menurut Huang, salah satu faktor krusial yang menentukan kemenangan dalam revolusi industri ini bukan hanya soal kepemilikan teknologi, melainkan siapa yang paling cepat dalam melakukan aplikasi dan difusi teknologi tersebut.
Baca Juga: Ketegangan Trump dan The Fed, Ini Pandangan CEO Bank of America Brian Moynihan
Sentimen Publik dan Penerimaan Teknologi
Huang menjelaskan adanya perbedaan kontras pada persepsi masyarakat di kedua negara terhadap kehadiran AI.
Melansir laporan Times of India, Huang menyebutkan bahwa sentimen publik di China jauh lebih optimistis dibandingkan di Amerika Serikat.
Berdasarkan pengamatannya, jika dilakukan jajak pendapat mengenai apakah AI akan memberikan lebih banyak manfaat daripada dampak buruk, sekitar 80% masyarakat China diyakini akan menjawab secara positif.
Sebaliknya, Huang menilai sentimen di Amerika Serikat justru menunjukkan kecenderungan yang berlawanan.
Kesenjangan persepsi ini dianggap krusial karena memengaruhi kecepatan adopsi teknologi di sektor industri.
Huang menekankan bahwa pihak yang paling awal dan paling luas menerapkan teknologi tersebut akan menjadi pemenang dalam revolusi industri modern ini.
Analisis "Five-Layer Cake" Persaingan AI
Guna membedah kompetisi teknologi ini, Jensen Huang membagi kerangka persaingan menjadi lima lapisan utama atau yang ia sebut sebagai "five-layer cake". Kelima aspek tersebut mencakup:
- Sentimen Publik: Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap manfaat AI.
- Energi: Ketersediaan daya untuk mengoperasikan pusat data.
- Chip: Keunggulan perangkat keras pengolah data.
- Infrastruktur: Kecepatan pembangunan fasilitas fisik pendukung.
- Model AI: Kualitas algoritma dan ketersediaan sumber terbuka (open source).
Mengutip pernyataan Huang dalam wawancara tersebut, China saat ini memiliki kapasitas energi dua kali lipat lebih besar dibandingkan Amerika Serikat.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi Nvidia mengingat energi merupakan fondasi utama untuk membangun pabrik chip, sistem komputer, hingga pusat data AI atau yang ia istilahkan sebagai "pabrik AI".
Tonton: Kemenhut Evaluasi Izin 24 Perusahaan Pengelola Kawasan Hutan di Sumatera
Ketimpangan Infrastruktur dan Model Open Source
Sektor infrastruktur juga menjadi titik lemah yang disoroti oleh bos produsen chip terbesar di dunia tersebut. Huang menggarisbawahi efisiensi pembangunan di Negeri Tirai Bambu yang jauh melampaui Negeri Paman Sam.
Dikutip dari sumber yang sama, Huang memberikan perbandingan bahwa pembangunan pusat data di AS, mulai dari peletakan batu pertama hingga beroperasinya superkomputer AI, rata-rata membutuhkan waktu sekitar tiga tahun.
Sementara itu, ia menilai China memiliki kemampuan pembangunan infrastruktur fisik yang jauh lebih cepat dan masif.
Meskipun secara teknologi chip dan model AI AS saat ini masih memimpin, terdapat beberapa catatan penting:
- Teknologi Chip: AS masih unggul beberapa generasi di depan China.
- Model AI: AS memimpin sekitar enam bulan dalam pengembangan model kelas dunia.
- Ekosistem Open Source: China dinilai unggul jauh dalam pengembangan model sumber terbuka (open source).
Pentingnya aspek open source ini berkaitan erat dengan ekosistem riset dan bisnis. Bersumber dari penjelasan Huang, tanpa model open source yang kuat, perusahaan rintisan (startup) akan sulit berkembang, peneliti universitas tidak dapat melakukan riset secara maksimal, dan para ilmuwan akan terhambat dalam memanfaatkan AI.
Para investor dan pengamat ekonomi global kini terus mencermati bagaimana kebijakan regulasi di kedua negara akan memengaruhi lanskap kompetisi ini ke depan, mengingat AI telah menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi digital di masa depan.
Selanjutnya: Nikke Redeem Code (Desember 2025), Inilah Daftar Terbaru dan Cara Mudah Klaim Hadiah
Menarik Dibaca: 6 Film dengan Latar Tahun Baru Beragam Genre dari Action hingga Romantis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













