kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.596.000   -9.000   -0,35%
  • USD/IDR 16.806   36,00   0,21%
  • IDX 8.612   74,56   0,87%
  • KOMPAS100 1.193   12,30   1,04%
  • LQ45 850   4,73   0,56%
  • ISSI 307   2,72   0,89%
  • IDX30 439   2,99   0,69%
  • IDXHIDIV20 513   2,47   0,48%
  • IDX80 133   1,14   0,86%
  • IDXV30 139   1,23   0,89%
  • IDXQ30 141   0,61   0,44%
SOSOK /

Jebakan Presisi yang Hancurkan Investor Menurut Warren Buffett


Senin, 29 Desember 2025 / 10:27 WIB
Jebakan Presisi yang Hancurkan Investor Menurut Warren Buffett
ILUSTRASI. Jebakan Presisi yang Hancurkan Investor Menurut Warren Buffett (dok./Kontan)

Sumber: Investopedia | Editor: Tiyas Septiana

KONTAN.CO.ID -  Dalam dunia investasi yang dipenuhi dengan data real-time, grafik kompleks, dan model valuasi yang rumit, banyak investor sering terjebak dalam upaya mengejar presisi angka yang sempurna.

Namun, tokoh investasi ternama dunia, Warren Buffett, memiliki pandangan yang berbeda dalam menanggapi kompleksitas pasar modal tersebut.

CEO Berkshire Hathaway ini menekankan sebuah prinsip yang mendasar namun sering diabaikan oleh pelaku pasar:

Baca Juga: Kekayaan Top 3 Miliarder Malaysia Naik Tajam di 2025, Ini Rahasianya

"Lebih baik menjadi benar secara perkiraan (approximately right) daripada salah secara presisi (precisely wrong)."

Pesan ini mengandung makna mendalam mengenai bagaimana investor seharusnya menyikapi ketidakpastian ekonomi dan dinamika harga saham.

Bahaya Jebakan Presisi dalam Valuasi

Investor modern saat ini memiliki akses yang hampir tidak terbatas terhadap data keuangan. Rasio valuasi kini dihitung hingga tiga angka di belakang koma, dan model kecerdasan buatan (AI) mampu memproyeksikan arus kas masa depan dengan sangat mendetail.

Mengutip Investopedia, Buffett menilai bahwa investor sering kali mengalami kesulitan karena mereka lebih mengutamakan ketepatan matematis dibandingkan pertimbangan akal sehat yang matang.

Ada kecenderungan di mana para pelaku pasar merasa lebih aman ketika melihat angka-angka yang sangat spesifik dalam spreadsheet mereka.

Namun, Buffett memperingatkan bahwa angka yang dijumlahkan secara sempurna tetap bisa menjerumuskan investor jika didasarkan pada asumsi yang keliru.

Melansir sumber yang sama, terdapat beberapa cara umum yang membuat investor berakhir menjadi "salah secara presisi", di antaranya:

  • Optimalisasi spreadsheet yang berlebihan: Mengubah asumsi tingkat pertumbuhan atau diskonto sebesar 0,1 persen saja dapat mengubah status saham dari "layak beli" menjadi "layak jual", yang membuktikan bahwa presisi tersebut sering kali hanyalah ilusi.
  • Obsesi pada formula: Model seperti Discounted Cash Flow (DCF) memang berguna, namun tetap merupakan sebuah estimasi. Jika data yang dimasukkan tidak akurat, maka hasilnya pun tidak akan relevan.
  • Fokus pada laba jangka pendek: Berusaha memprediksi laba kuartal berikutnya hingga satuan terkecil sering kali tidak lebih penting daripada memahami apakah bisnis tersebut akan tetap kuat dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun ke depan.

Baca Juga: Elon Musk: AI dan Robotika Kunci Kekayaan Universal Manusia

Menerapkan Strategi 'Approximately Right'

Prinsip Buffett ini bukan berarti menyarankan investor untuk mengabaikan analisis sama sekali. Sebaliknya, pendekatan ini menitikberatkan pada pencarian situasi di mana investor tidak perlu memetakan setiap detail kecil hanya untuk mencapai titik impas.

Berdasarkan informasi yang dilansir oleh Investopedia, Buffett lebih menyukai bisnis yang sangat sederhana sehingga orang awam pun dapat menjalankannya.

Hal ini merupakan bentuk nyata dari pemikiran "approximately right", yakni mencari peluang investasi yang memiliki fundamental kuat dan margin keamanan yang lebar.

Untuk menerapkan pendekatan ini ke dalam portofolio pribadi, investor dapat mengikuti beberapa langkah praktis sebagai berikut:

  • Memahami Lingkaran Kompetensi: Berinvestasi hanya pada industri dan bisnis yang benar-benar dipahami. Jika seorang investor tidak dapat menjelaskan bagaimana sebuah perusahaan menghasilkan keuntungan, maka ia sedang berspekulasi, bukan berinvestasi.
  • Berpikir dalam Rentang Nilai: Daripada terpaku pada satu angka "nilai intrinsik" yang kaku, sebaiknya gunakan kategori seperti murah, wajar, atau mahal. Hal ini memberikan ruang bagi kesalahan estimasi.
  • Mencari Parit Pertahanan (Moat) yang Kuat: Fokus pada perusahaan yang memiliki arus kas yang dapat diprediksi dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dibandingkan mengikuti tren sesaat.
  • Menyederhanakan Tesis Investasi: Alasan untuk memiliki sebuah saham seharusnya dapat dijelaskan dalam beberapa kalimat sederhana. Tesis yang membutuhkan model Excel yang sangat rumit cenderung lebih rapuh terhadap perubahan kondisi pasar.
  • Mengelola Risiko di Tengah Ketidakpastian: Mengakui bahwa informasi tidak akan pernah sempurna, sehingga penting untuk mengatur ukuran posisi (position sizing) dan melakukan diversifikasi secara cerdas.

Tonton: Donald Trump Sebut Perdamaian Ukraina–Rusia Kian Dekat, Negosiasi Masuk Tahap Akhir

Kunci utama dalam investasi dari Warren Buffett adalah memahami bisnis secara mendalam, mengevaluasi ekonomi jangka panjang, dan selalu menuntut adanya margin keamanan (margin of safety) antara harga pasar dengan nilai wajar perusahaan.

Pendekatan ini tidak memerlukan ketepatan matematis yang kaku, namun menuntut kemampuan riset yang baik, kesabaran, serta disiplin yang tinggi.

Dengan menghindari godaan untuk menjadi terlalu presisi dalam kondisi yang tidak pasti, investor justru memiliki peluang lebih besar untuk menjaga pertumbuhan kekayaan mereka dalam jangka panjang.

Selanjutnya: Saham Happy Hapsoro: Potensi vs Risiko 2026

Menarik Dibaca: Oppo Reno 14F Lebih Murah dari Oppo Reno14, Pakai AMOLED & Dragontrail DT-Star D+

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

×