Sumber: TechCrunch,TechCrunch,TechCrunch | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Inovasi di sektor finansial berbasis teknologi atau fintech terus berkembang pesat, namun sebagian besar masih berfokus pada efisiensi bisnis komersial dan korporasi skala besar.
Di tengah dominasi tersebut, sebuah perusahaan rintisan bernama Givefront mencoba mengisi celah pasar yang selama ini terabaikan, yakni sektor organisasi nirlaba atau nonprofit.
Givefront baru-baru ini mengumumkan perolehan pendanaan awal sebesar US$ 2 juta untuk membangun platform keuangan terpadu.
Baca Juga: Etos Kerja Jensen Huang & Elon Musk: Tak Ada Tugas Terlalu Rendah
Perusahaan ini didirikan oleh dua pemuda berusia 21 tahun yang memutuskan keluar dari universitas ternama, Matt Tengtrakool dari Harvard dan Aidan Sunbury dari UC Berkeley.
Fokus utama mereka adalah memodernisasi infrastruktur pelaporan dan pengelolaan pengeluaran bagi organisasi kemanusiaan hingga lembaga keagamaan.
Menyasar Sektor Nirlaba yang Terabaikan
Meskipun organisasi nirlaba berkontribusi sekitar 6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat dan menyalurkan dana triliunan dolar setiap tahun, banyak dari mereka masih mengandalkan alat keuangan konvensional.
Kesenjangan teknologi inilah yang menjadi peluang bagi Givefront untuk menghadirkan sistem manajemen pengeluaran, kepatuhan, dan pelaporan yang lebih modern.
Melansir dari TechCrunch, Givefront memposisikan dirinya sebagai lapisan vertikal yang terintegrasi dengan perangkat lunak akuntansi lama.
Platform ini tidak mencoba mengganti sistem yang sudah ada sepenuhnya, melainkan menambahkan fitur spesifik seperti kontrol pengeluaran berbasis hibah, pengambilan tanda terima untuk kebutuhan audit, serta penganggaran otomatis.
Matt Tengtrakool, CEO Givefront, menyatakan bahwa pengalaman pribadinya bekerja di dalam organisasi nirlaba mengungkap kendala besar dalam hal regulasi dan pelaporan.
Banyak organisasi kesulitan menjaga status bebas pajak mereka karena kurangnya alat finansial yang memadai untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan yang ketat.
Baca Juga: Strategi Investasi Warren Buffett: Kualitas Lebih dari Kuantitas
Fitur Unggulan dan Strategi Bisnis
Givefront memilih pendekatan yang berbeda dari kompetitor fintech korporasi pada umumnya. Alih-alih langsung menawarkan layanan perbankan inti yang memiliki siklus penjualan lambat, perusahaan ini memulai dengan kartu kredit korporasi dan manajemen pengeluaran yang lebih mudah diadopsi oleh organisasi.
Berdasarkan data operasional perusahaan, berikut adalah beberapa cakupan dan tahapan pengembangan layanan yang ditawarkan Givefront:
- Kartu Korporasi Spesifik: Kartu yang dirancang untuk melacak pengeluaran berdasarkan batasan hibah tertentu (restricted grants).
- Otomasi Pelaporan: Memudahkan pengisian formulir pengungkapan pajak dan laporan kepada donor atau yayasan secara real-time.
- Integrasi Akuntansi: Terhubung dengan sistem lama seperti Blackbaud, Sage, dan MIP untuk mempermudah alur kerja persetujuan.
- Model Pendapatan: Perusahaan menghasilkan pemasukan dari biaya pertukaran kartu (interchange) dan langganan untuk fitur pembayaran tagihan.
Givefront telah mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sejak meluncurkan layanan kartu sekitar enam bulan lalu. Perusahaan melaporkan pertumbuhan pendapatan dan total volume pembayaran lebih dari 200% setiap bulannya.
Saat ini, ratusan organisasi telah bergabung, dengan adopsi terkuat datang dari gereja dan organisasi keagamaan yang banyak mengandalkan sukarelawan sebagai bendahara.
Dukungan Investor dan Rencana Ekspansi
Keberhasilan Givefront meraih pendanaan US$ 2 juta didukung oleh sejumlah investor terkemuka, termasuk Script Capital, Y Combinator, C3 Ventures, dan Phoenix Fund.
Beberapa malaikat investor (angel investors) yang turut berpartisipasi adalah CEO dari Chariot dan Wealthfront. Suntikan modal ini direncanakan untuk memperluas tim, memperkuat distribusi, serta mengembangkan produk tambahan.
Tonton: Efektivitas Subsidi LPG 3 Kg: Perpres Baru Perlu Pengawasan
Dalam jangka panjang, Givefront memiliki ambisi untuk melampaui sekadar manajemen kartu. Perusahaan berencana merambah ke layanan penggajian (payroll), manajemen dana abadi (endowment management), hingga solusi perbankan dan investasi yang disesuaikan dengan kebutuhan unik sektor nirlaba.
Dilansir oleh TechCrunch, target Givefront adalah melayani sekitar 1.000 organisasi nirlaba pada akhir tahun ini, dengan sasaran jangka panjang mencapai 5.000 organisasi pada pertengahan tahun depan.
Meskipun pendirinya tergolong sangat muda, pertumbuhan pesat yang ditunjukkan mengindikasikan adanya permintaan yang tinggi akan efisiensi operasional di sektor nirlaba.
Langkah Givefront ini menunjukkan bahwa segmentasi pasar fintech kini semakin mendalam. Keberhasilan mereka dalam mendigitalisasi sektor nirlaba tidak hanya berdampak pada pertumbuhan bisnis perusahaan, tetapi juga berpotensi meningkatkan efisiensi penyaluran dana sosial secara global.
Bagi para investor, model bisnis yang menyasar ceruk pasar spesifik dengan hambatan regulasi tinggi seperti ini menawarkan potensi ketahanan yang menarik di tengah ketatnya persaingan industri teknologi finansial.
Selanjutnya: Ada Kasus Pembeli Roti O Pakai Uang Tunai Ditolak, BI: Sesuai Aturan Dilarang Menolak
Menarik Dibaca: Harga Emas Hari Ini Perpanjang Rekor All Time High ke US$ 4.489
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













