kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.403.000   -6.000   -0,25%
  • USD/IDR 16.718   7,00   0,04%
  • IDX 8.657   -53,52   -0,61%
  • KOMPAS100 1.182   -11,11   -0,93%
  • LQ45 848   -7,02   -0,82%
  • ISSI 309   -1,55   -0,50%
  • IDX30 438   -4,20   -0,95%
  • IDXHIDIV20 507   -6,34   -1,24%
  • IDX80 132   -1,12   -0,84%
  • IDXV30 139   -1,90   -1,35%
  • IDXQ30 139   -1,98   -1,40%
SOSOK /

CEO BlackRock Larry Fink Anggap Bitcoin Sebagai Aset Ketakutan, Apa Maksudnya?


Selasa, 09 Desember 2025 / 17:51 WIB
CEO BlackRock Larry Fink Anggap Bitcoin Sebagai Aset Ketakutan, Apa Maksudnya?
ILUSTRASI. CEO BlackRock Larry Fink Anggap Bitcoin Sebagai Aset Ketakutan.

Sumber: Yahoo Finance | Editor: Tiyas Septiana

KONTAN.CO.ID -  Bitcoin kembali menjadi sorotan setelah CEO BlackRock Larry Fink menyampaikan pandangannya mengenai peran aset kripto tersebut di tengah ketidakpastian global.

Dalam sebuah acara publik di New York, Fink menyebut Bitcoin bukan sebagai simbol optimisme, melainkan cerminan rasa takut investor terhadap kondisi ekonomi dan keamanan finansial. Pernyataan ini menarik perhatian karena datang dari pimpinan perusahaan pengelola aset terbesar di dunia.

Pandangan tersebut, dilansir dari Yahoo Finance. Ia menegaskan perubahan sikap signifikan BlackRock terhadap Bitcoin dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Greg Abel Ambil Alih Berkshire: Inilah Para Pemimpin Baru yang Ditunjuk

Di tengah fluktuasi harga dan dinamika kebijakan moneter global, Bitcoin dinilai memiliki karakter yang berbeda dibandingkan instrumen investasi konvensional. Fink menempatkan Bitcoin sebagai aset yang bereaksi terhadap ketakutan, bukan harapan pertumbuhan ekonomi.

Bitcoin Disebut Aset Ketakutan oleh Larry Fink

Larry Fink secara tegas menyatakan bahwa Bitcoin adalah asset of fear. Ia menjelaskan bahwa seseorang memiliki Bitcoin karena kekhawatiran terhadap keamanan fisik maupun keamanan finansial. Pernyataan ini disampaikan saat ia berbagi panggung dengan CEO Coinbase Brian Armstrong dalam sebuah forum besar.

Menurut Fink, cara kerja Bitcoin sangat berbeda dengan saham dan obligasi. Ketika sebagian besar aset keuangan dibeli karena kepercayaan terhadap masa depan ekonomi, Bitcoin justru dibeli karena ketakutan terhadap debasement pemerintah, instabilitas keuangan, dan ketegangan geopolitik. Ia menilai rasa takut inilah yang mendorong harga Bitcoin naik saat ketidakpastian meningkat, lalu melemah ketika kondisi global lebih tenang.

Posisi Bitcoin di Tengah Aset Kelolaan BlackRock

Dalam penjelasannya, Fink menyebut bahwa mayoritas aset kelolaan BlackRock yang mencapai US$ 13,5 triliun merepresentasikan harapan dan optimisme jangka panjang. Namun Bitcoin ditempatkan di kategori berbeda karena lebih banyak dimanfaatkan sebagai pelindung risiko.

Pandangan ini semakin relevan mengingat BlackRock kini mengelola ETF Bitcoin terbesar di dunia. Perusahaan tersebut tercatat memiliki lebih dari 780.000 Bitcoin dengan nilai sekitar US$ 80 miliar. Angka ini menunjukkan betapa besar eksposur BlackRock terhadap aset kripto, terlepas dari sikap hati hati yang terus disampaikan oleh Fink.

Perubahan Sikap Larry Fink terhadap Bitcoin

Pernyataan terbaru ini menandai perubahan besar dibandingkan pandangan Fink pada 2017. Pada saat itu, ia pernah menyebut Bitcoin sebagai indeks pencucian uang dan aktivitas ilegal. Perubahan sikap ini mencerminkan evolusi pandangan institusi keuangan global terhadap kripto.

Kini, alih alih menolak Bitcoin, BlackRock justru menjadi pemain utama dalam produk investasi berbasis kripto. Meski demikian, Fink menegaskan bahwa kepemilikan Bitcoin harus dipahami dari sudut pandang risiko, bukan sebagai instrumen spekulatif semata.

Debasement Trade Jadi Daya Tarik Utama Bitcoin

Fink menekankan bahwa alasan fundamental jangka panjang memiliki Bitcoin adalah debasement. Pemerintah dapat mencetak mata uang tanpa batas, sementara suplai Bitcoin bersifat tetap. Ketimpangan ini membuat Bitcoin dianggap sebagai penyeimbang ketika nilai mata uang tergerus.

Istilah debasement trade sendiri sebelumnya diperkenalkan oleh analis JPMorgan pada Oktober lalu untuk menggambarkan strategi investor yang menghindari mata uang fiat dan surat utang negara. Investor memilih aset alternatif karena khawatir daya beli mereka menurun akibat kebijakan fiskal dan moneter yang agresif.

Fenomena ini terlihat jelas di negara negara dengan sejarah krisis mata uang. Argentina mengalami penurunan nilai peso secara berulang, sementara Venezuela dan Lebanon juga menghadapi kegagalan kebijakan moneter. Ketiga negara tersebut tercatat masuk 20 besar adopsi kripto global menurut Chainalysis.

Tonton: IHSG Turun Hari ini, 10 Saham LQ45 dengan PER Terendah & Tertinggi 9 Desember 2025

Sovereign Wealth Fund Ikut Akumulasi Bitcoin

Tidak hanya investor ritel, Larry Fink mengungkapkan bahwa sovereign wealth fund kini mulai mengakumulasi Bitcoin sebagai bagian dari strategi lindung nilai. Ia menyebut beberapa dana negara menambah kepemilikan Bitcoin secara bertahap di berbagai level harga.

Fink menyatakan bahwa pembelian dilakukan pada kisaran US$ 80.000, US$ 100.000, hingga US$ 120.000 per Bitcoin. Langkah ini menunjukkan bahwa Bitcoin mulai dipertimbangkan sebagai aset strategis, bukan sekadar instrumen spekulatif jangka pendek.

Volatilitas dan Risiko Leverage Masih Menghantui

Meski memiliki daya tarik sebagai aset lindung nilai, Fink mengingatkan bahwa Bitcoin masih dibayangi risiko besar. Volatilitas tinggi menjadi karakter utama yang tidak bisa diabaikan oleh investor. Ia menilai pengaruh pelaku pasar dengan leverage tinggi masih sangat dominan.

Pada 10 Oktober lalu, lebih dari US$ 19 miliar posisi leverage dilikuidasi dalam waktu singkat. Peristiwa tersebut memperlihatkan sisi rapuh pasar Bitcoin. Bahkan ETF Bitcoin BlackRock, IBIT, telah mengalami tiga kali penurunan nilai hingga 25 persen sejak diluncurkan.

Fink menegaskan bahwa bagi investor yang membeli Bitcoin untuk tujuan perdagangan jangka pendek, aset ini menuntut kemampuan market timing yang sangat presisi. Menurutnya, sebagian besar investor tidak memiliki keahlian tersebut, sehingga risiko kerugian tetap sangat besar.

Pandangan Larry Fink yang dikutip dari Yahoo Finance ini menunjukkan bahwa Bitcoin semakin dikenal sebagai aset pelindung dari ketakutan global, namun tetap sarat risiko yang menuntut pemahaman mendalam sebelum dimiliki.

Selanjutnya: Tambah Portofolio Produk, Manulife Indonesia Luncurkan Produk Asuransi Baru MDWA

Menarik Dibaca: MemeCore Mendaki ke Puncak Kripto Top Gainers saat Pasar Terkoreksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

×